CaremodeID โ€“ Buat sebagian Gen Z dan milenial, skincare bukan sekadar oles-oles krim sebelum tidur atau saat pagi hari. Ia bisa jadi bentuk self-care, tanda cinta diri, bahkan gaya hidup yang ditampilkan di media sosial. Tapi ada juga sisi lain: rutinitas yang panjang kadang terasa seperti beban. Pertanyaannya, siang malam ini benar-benar kebutuhan kulit atau justru ritual kecemasan agar merasa cukup percaya diri di depan kaca dan kamera?

Ringkasan Cepat

Skincare Siang Malam: Rutinitas Perawatan atau Ritual Kecemasan?
https://id.pinterest.com/pin/24910604184889631/
  • Skincare jadi identitas gaya hidup anak muda.
  • Ada sisi perawatan, ada sisi kecemasan.
  • Rutinitas panjang belum tentu efektif tanpa konsistensi.
  • Media sosial berperan besar membentuk standar.

Fenomena Skincare Siang Malam

Banyak orang muda di Indonesia sekarang punya rutinitas skincare yang terdiri dari belasan langkah: mulai dari cleansing, toner, serum, essence, hingga sunscreen. Pagi dan malam jadi โ€œjam wajibโ€ untuk merawat kulit. Tren ini sebagian besar dipengaruhi gelombang Korean beauty, ditambah promosi masif dari influencer dan brand lokal. bukan hanya perawatan, tapi juga ekspresi diri.

Namun, jika dilihat lebih dalam, rutinitas yang terlalu kompleks bisa membuat kecemasan baru. Ada rasa takut jika melewatkan satu produk, kulit akan rusak. Padahal, menurut laporan Healthline, konsistensi sederhana lebih penting dibanding banyaknya langkah.

Antara Self-Care dan Tekanan Sosial

Skincare kerap digadang sebagai bentuk self-care. Menyisihkan waktu beberapa menit sehari untuk diri sendiri bisa meningkatkan mood dan rasa kontrol. Tapi di sisi lain, tekanan sosialโ€”terutama lewat media sosialโ€”sering bikin terasa seperti kompetisi. Semakin glowing wajahmu, semakin validasi yang didapat.

Sebuah liputan di BBC bahkan menyebut bahwa industri kecantikan memanfaatkan insekuritas generasi muda. Artinya, skincare memang bisa jadi pedang bermata dua: menenangkan sekaligus menekan.

Apakah Semua Orang Butuh Rutinitas Panjang?

Jawabannya: tidak selalu. Dermatolog umumnya menyarankan tiga hal pokok: cleanser, moisturizer, dan sunscreen. Selebihnya bisa disesuaikan dengan kondisi kulit dan anggaran. Jadi, kalau kamu merasa terbebani dengan 10 langkah skincare, jangan khawatirโ€”rutinitas singkat juga cukup.

Di sisi lain, bagi mereka yang menikmatinya, rutinitas panjang bisa jadi bentuk mindfulness. Seperti ritual malam sebelum tidur yang bikin pikiran rileks. Lagi-lagi, kuncinya ada pada niat dan kenyamanan masing-masing individu.

Efek Psikologis Skincare

Menariknya, skincare bukan hanya tentang kulit. Ada efek psikologis yang sering diabaikan. Menurut artikel Psychology Today, ritual perawatan diri bisa meningkatkan rasa percaya diri dan membantu mengurangi stres.

Namun, jika kecemasan muncul saat melewatkan satu langkah kecil, mungkin saatnya evaluasi ulang. Apakah rutinitas ini masih sehat, atau justru memicu tekanan berlebih?

Media Sosial & Industri Kecantikan

Tidak bisa dipungkiri, media sosial memperbesar tren. Tagar #skincare sudah ditonton miliaran kali di TikTok. Influencer membagikan โ€œskin routineโ€ lengkap dengan before-after yang dramatis. Hal ini membuat banyak orang merasa harus mencoba semua produk yang sama.

Namun, kritis itu penting. Seperti yang ditulis Allure, tidak semua rekomendasi cocok untuk semua jenis kulit. Apa yang glowing di wajah influencer, belum tentu sama hasilnya di kulitmu.

FAQ: Skincare & Topik Terkait

Apakah harus punya rutinitas skincare panjang?

Tidak. Tiga langkah dasarโ€”bersihkan, lembapkan, lindungi dengan sunscreenโ€”sudah cukup untuk mayoritas orang.

Boleh nggak skip sehari?

Boleh. Kulit tidak langsung rusak. Konsistensi jangka panjang lebih penting daripada perfeksionisme.

Apakah bisa bikin kecanduan?

Bisa, kalau dipakai untuk meredakan kecemasan berlebih. Seimbangkan dengan mindset sehat.

Apa perbedaan skincare siang dan malam?

Pagi fokus pada proteksi (sunscreen), malam lebih pada pemulihan kulit. Produk bisa disesuaikan kebutuhan.

Ingat, skincare adalah alat untuk merawat diri, bukan alat untuk mengukur harga dirimu.

Baca Juga

Sumber & Referensi

Sumber rujukan: Healthline, BBC, Psychology Today, Allure .


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *