CaremodeID – Resign kini terasa lumrah di linimasa kerja anak muda. Di balik keputusan cepat pindah kerja ada campuran idealisme, lelah mental, dan realita pasar kerja yang berubah. Resign bukan sekadar “bosan” atau “gaji kurang”, melainkan strategi bertahan dan bertumbuh—kadang efektif, kadang bumerang. Artikel ini memetakan motif paling sering muncul, menimbang mitos versus data, dan menawarkan cara mengambil keputusan Resign yang lebih sadar, terutama bagi milenial dan Gen Z yang sedang meraba arah karier di tengah banjir “lowongan baru” dan ketidakpastian ekonomi.

Mengapa Resign Terasa Masuk Akal Bagi Anak Muda

Mengapa Resign Terasa Masuk Akal Bagi Anak Muda
https://id.pinterest.com/pin/2392606048226145/

Banyak pekerja muda mendamba kerja bermakna, manajer yang peduli, dan jalur belajar jelas. Saat kelelahan kerja (burnout) datang—ditandai hilang energi, sinisme, dan turunnya efektivitas—Resign tampak sebagai jalan tercepat memulihkan kendali. Organisasi Kesehatan Dunia mendefinisikan burnout sebagai fenomena terkait pekerjaan akibat stres kronis yang tak terkelola; ini bukan diagnosis klinis, tapi sinyal sistem kerja perlu dibenahi. Di tengah gaji yang tertinggal dan beban naik, wajar bila Resign dianggap opsi rasional, terutama jika perpindahan membawa peran lebih jelas dan budaya yang lebih sehat.
Rujukan: definisi burnout WHO; banyak studi juga menautkannya dengan niat keluar.

Di sisi lain, mobilitas kerja memang dapat menjadi “akselerator” keterampilan. Pindah ke tim atau industri berbeda membuka jejaring, eksposur proyek, dan kenaikan gaji lebih cepat daripada menunggu promosi. Microsoft Work Trend Index mencatat adopsi AI di kantor melonjak; tuntutan skill ikut berubah sehingga sebagian anak muda memilih Resign untuk mencari lingkungan yang memberi ruang belajar. Namun keputusan ini tetap butuh perhitungan: biaya transisi, potensi stigma “job-hopper”, dan risiko kehilangan akumulasi manfaat jangka panjang.

Antara Mitos & Data: Apakah Gen Z Memang Paling Sering Resign?

Narasi populer menyebut Gen Z “hobi pindah kerja”. Tetapi riset tenure terbaru menunjukkan gambaran yang lebih bernuansa: median masa kerja pekerja usia 25–34 tahun di 2024 sekitar 2,7 tahun—hanya sedikit di bawah generasi sebelumnya pada usia yang sama. Artinya, kondisi ekonomi dan kesempatan kerja sering kali lebih menentukan daripada “watak generasi”. Ketika pasar kerja ketat dengan pengangguran rendah, orang lebih berani berganti pekerjaan; saat ekonomi mendingin, niat berpindah menurun. Dengan kata lain, Resign bukan sekadar soal selera Gen Z, melainkan respons terhadap siklus ekonomi dan struktur upah.

Namun ada juga sinyal yang menguatkan persepsi mobilitas tinggi di segmen tertentu. Laporan pasar tenaga kerja menunjukkan beberapa sektor mengalami pergantian lebih cepat, misalnya pekerjaan digital yang berubah cepat dan layanan yang terdampak tekanan operasional. Gallup melaporkan keterikatan karyawan global stagnan—sekitar seperlima pekerja benar-benar engaged—dan disengagement berkorelasi dengan niat keluar. Jadi, jika budaya kerja lemah, peluang di luar menggoda, dan jalur karier buntu, Resign menjadi pilihan yang mudah dipahami.

Apa Kata Angka Soal Resign?

Data resmi JOLTS di AS mencatat level “quits” bulanan stabil dalam beberapa bulan terakhir, seiring pasar kerja yang mulai mendingin. OECD Employment Outlook 2024 juga menegaskan pengangguran di banyak negara anggota tetap rendah, sehingga daya tawar pekerja masih relatif kuat. Untuk pekerja muda global, ILO melaporkan tingkat pengangguran pemuda turun ke titik terendah 15 tahun, tetapi mismatch keterampilan tetap masalah. Sementara itu, survei korporat seperti Randstad menyorot masa tinggal rata-rata Gen Z yang lebih pendek di beberapa pasar—menunjukkan variasi lintas negara dan industri. Intinya: angka tentang Resign berbeda tergantung konteks—wilayah, sektor, dan siklus ekonomi.

Masa Depan Resign: Kompas, Bukan Pelarian

Masa Depan Resign: Kompas, Bukan Pelarian
https://id.pinterest.com/pin/34832597115673636/

Ke depan, Resign akan makin dibaca sebagai sinyal kualitas ekosistem kerja. Perusahaan yang lambat memperbaiki beban kerja, jalur karier, dan manajemen akan lebih sering kehilangan talenta muda. Di sisi lain, pekerja yang terlalu cepat pindah tanpa narasi pertumbuhan berisiko dilabel “tak stabil”. Kuncinya adalah menjadikan Resign keputusan berbasis data diri, bukan impuls.

Langkah praktis yang bisa diambil:

  • Audit pribadi 3 hal: alasan “push” (toxic, beban, stagnan), alasan “pull” (gaji, peran, belajar), dan kesiapan finansial minimal 3–6 bulan.
  • Uji “hipotesis karier”: apakah pindah ini menambah skill yang laku 3–5 tahun ke depan (mis. analitik, AI, komunikasi)?
  • Minta bukti konkret dari calon perusahaan: ritme kerja, jalur promosi, kualitas manajer (mintalah contoh, bukan slogan).
  • Rangkai narasi pindah yang koheren di CV/LinkedIn: sorot capaian, pembelajaran, dan alasan Resign yang berorientasi dampak—bukan drama.
  • Jika ragu, cari rotasi internal atau proyek lintas fungsi sebagai “tes pasar” tanpa harus keluar dulu.

Kesimpulan

Resign bisa jadi pintu menuju kerja yang lebih sehat dan bermakna—atau sekadar perpindahan ke masalah baru. Bedanya ada pada proses: peta data pribadi, pemahaman pasar, dan keberanian bernegosiasi sebelum melangkah. Untuk milenial dan Gen Z, jadikan Resign sebagai kompas karier: pilih pindah saat belajar dan dampakmu bertambah, bertahan saat sistem bisa diperbaiki dari dalam. Apa pun pilihannya, pastikan alasannya jelas, rencananya rapi, dan tujuan jangka panjang tetap di kursi pengemudi.

Referensi

State of the Global Workplace 2024, Gallup (2024). https://www.gallup.com/workplace/349484/state-of-the-global-workplace.aspx. Diakses 20 Sep 2025.

Job Openings and Labor Turnover Summary (JOLTS) – Rilis September 2025, U.S. Bureau of Labor Statistics (2025). https://www.bls.gov/news.release/jolts.nr0.htm. Diakses 20 Sep 2025.

OECD Employment Outlook 2024, OECD (2024). https://www.oecd.org/en/publications/oecd-employment-outlook-2024_ac8b3538-en.html. Diakses 20 Sep 2025.

Global Employment Trends for Youth 2024, International Labour Organization (2024). https://www.ilo.org/publications/major-publications/global-employment-trends-youth-2024. Diakses 20 Sep 2025.

How Americans Feel About Their Jobs in 2024, Pew Research Center (2024). https://www.pewresearch.org/social-trends/2024/12/10/most-americans-feel-good-about-their-job-security-but-not-their-pay/. Diakses 20 Sep 2025.

AI at Work Is Here. Now Comes the Hard Part – Work Trend Index, Microsoft (2024). https://www.microsoft.com/en-us/worklab/work-trend-index/ai-at-work-is-here-now-comes-the-hard-part. Diakses 20 Sep 2025.

Debunking the Job-Hopping Myth (PDF), National Institute on Retirement Security (2025). https://www.nirsonline.org/wp-content/uploads/2025/09/25-Debunking-Job-Hopping-Myth_FINAL.pdf. Diakses 20 Sep 2025.

Burn-out an “occupational phenomenon”, World Health Organization (2019/FAQ page updated). https://www.who.int/news/item/28-05-2019-burn-out-an-occupational-phenomenon-international-classification-of-diseases. Diakses 20 Sep 2025.


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *