CaremodeID – Skincare bukan lagi urusan kamar mandi kakak atau pacar. Di banyak kota, anak cowok Gen Z mulai menaruh pelembap di tas, membahas sunscreen di Discord, bahkan membandingkan tekstur gel vs krim di TikTok. Skincare jadi bahasa baru: merawat diri tanpa harus minta maaf. Namun ada pertanyaan yang mengganggu: ini tanda maskulinitas yang lebih sehat, atau sekadar arus tren yang memaksa semua orang tampil “sempurna”? Di tengah iklan glossy dan FYP yang tak ada habisnya, kita perlu meredam noise dan menimbang fakta, risiko, dan manfaat Skincare secara rasional.

Mengapa Skincare Pria Meledak Sekarang?

Mengapa Skincare Pria Meledak Sekarang?
https://id.pinterest.com/pin/140806234223045/

Lonjakan minat bukan ilusi. Riset Mintel menunjukkan lebih dari separuh pria di AS kini memakai perawatan wajah—naik 68% sejak 2022; Gen Z adalah pendorong utama. Pembiasaan konten, normalisasi figur publik, dan kemudahan belanja online membuat krim dan serum terasa “biasa”. Di Indonesia, analis pasar juga merekam pertumbuhan segmen grooming pria, didorong kesadaran higienis dan ekspos media sosial. Fakta ini penting: perilaku berubah lebih dulu, label “maskulin/feminin” menyusul kemudian, perlahan. Data pasar bukan kebenaran moral, tapi cermin kebiasaan yang makin mapan. Mintel+2CosmeticsDesign.com+2

Di sisi lain, “Skincare untuk cowok” juga lahir dari bahasa pemasaran. Laporan global memproyeksikan nilai pasar Skincare pria terus tumbuh hingga dekade depan—artinya lebih banyak produk, klaim, dan segmentasi. Ada keuntungan: pilihan bertambah dan formula makin ramah kulit pria (misalnya minyak lebih tinggi, pori lebih besar). Namun ada risiko: FOMO, overconsumption, dan standar kulit “sempurna” yang tidak realistis. Jadi sebelum memborong, pahami kebutuhan dasar kulit, lingkungan, dan anggaran; bukan sekadar mengikuti narasi “upgrade diri” yang dibungkus maskulinitas baru. Custom Market Insights+2Market.us Media+2

Maskulinitas, Identitas, dan Tekanan Baru

Skincare bisa menjadi pintu menuju maskulinitas yang lebih sehat—merawat diri, menerima tubuh, dan berani mencari bantuan saat butuh (termasuk ke dokter kulit). Psikologi kontemporer menunjukkan norma maskulin tradisional sering menghambat perilaku seeking-help; membuka ruang perawatan diri dapat mengikis stigma tersebut. Namun, normalisasi perawatan tidak boleh berubah menjadi tuntutan performatif yang menimbulkan kecemasan baru tentang penampilan. Seimbang itu kunci: rawat seperlunya, validasi diri lebih utama daripada validasi kamera depan. PMC+1

Di budaya pop, keterbukaan selebritas pria tentang perawatan, dari hair transplant hingga injeksi ringan, ikut menggeser wacana. Transparansi ini membantu menghilangkan malu, tapi juga berpotensi menyalakan kompetisi visual yang melelahkan. Pertanyaannya: apakah kita membebaskan pria dari malu, atau hanya memindahkan pagar standar kecantikan? Konsumen muda perlu literasi kritis: membedakan kesehatan kulit dari obsesi estetika, dan memahami bahwa kamera HD sering bekerja sama dengan pencahayaan, filter, dan budget produksi—bukan sekadar “krim ajaib”. Allure

Data Kunci Skincare: Kebiasaan, Risiko, dan Dasar Ilmiah

Sains mendukung praktik dasar: bersihkan wajah dengan lembut, lembapkan, dan lindungi dari UV. Organisasi dermatologi menegaskan sunscreen broad-spectrum SPF 30+ sebagai fondasi harian untuk semua jenis kulit, karena UV berkontribusi pada penuaan dini dan risiko kanker kulit. Penelitian juga menyoroti pentingnya faktor non-mitos: konsistensi pemakaian, kenyamanan formula, dan kesesuaian dengan aktivitas (misalnya, keringat dan air). Ini bukan ritual ribet; yang penting rutin, sederhana, dan sesuai kulit. JAMA Network+3American Academy of Dermatology+3PMC+3

Arah ke Depan: Tren, Friksi, dan Pilihan Pribadi

Ke depan, Skincare pria akan makin terpersonalisasi: formula ringan untuk kulit berminyak tropis, mineral sunscreen non-white-cast, hingga bahan aktif dengan dosis jelas. Namun friksi juga akan muncul:

  • Norma sosial—antara merawat diri dan dituduh “terlalu vain”.
  • Domestik—berbagi anggaran dan ruang rak dengan anggota keluarga lain.
  • Digital—banjir klaim tanpa konteks, memicu trial-and-error mahal.
    Solusinya realistis: literasi bahan aktif (niacinamide untuk minyak, retinoid untuk tekstur), cek label, dan konsultasi saat muncul iritasi. Untuk Gen Z, jadikan perawatan sebagai kebiasaan higienis, bukan identitas yang harus dipertontonkan. American Academy of Dermatology

Kesimpulan

Apakah Skincare pada pria adalah maskulinitas baru atau tren? Mungkin keduanya— tetapi arah yang menyehatkan adalah merawat diri seperlunya, berbasis bukti, dan selaras dengan hidupmu. Mulai dari dasar: cuci, lembap, sunscreen. Saring konten, kenali kulit, dan jangan biarkan algoritma mendikte rasa cukup. Rawat dirimu, bukan persona layar.

Referensi

Mintel Press: “More than half of US men now use facial skincare—a 68% increase from 2022” (2024), Mintel, https://www.mintel.com/press-centre/more-than-half-of-us-men-now-use-facial-skincare-a-68-increase-from-2022/

CosmeticsDesign: “68% increase in male skin care usage: What’s driving the surge?” (2024), CosmeticsDesign, https://www.cosmeticsdesign.com/Article/2024/09/04/68-increase-in-male-skin-care-usage-what-s-driving-the-surge/

Euromonitor International: “Men’s Grooming in Indonesia” (2025), Euromonitor, https://www.marketresearch.com/Euromonitor-International-v746/Men-Grooming-Indonesia-41123809/

American Academy of Dermatology: “How to decode sunscreen labels” (2024), AAD, https://www.aad.org/public/everyday-care/sun-protection/shade-clothing-sunscreen/understand-sunscreen-labels

Sander M. et al. “The efficacy and safety of sunscreen use for the prevention of skin cancer” (2020), Cancers, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7759112/

Addor F.A.S. “Sunscreen lotions in the dermatological prescription” (2022), Surgical & Cosmetic Dermatology, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC9073257/

Allure: “Famous Men Want You to Know What Work They’ve Had Done” (2025), Condé Nast, https://www.allure.com/story/celebrity-men-opening-up-about-plastic-surgery

APA Spotlight: “Uncharted territory: The future of men and masculinities” (2025), American Psychological Association, https://www.apa.org/pubs/highlights/spotlight/future-boys-men-masculinities

Catatan akses: seluruh tautan diverifikasi pada 23 September 2025.


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *