CaremodeIDย โ€“ย Dorongan untuk tampil โ€œpantas dilihatโ€ kini terasa seperti kewajiban harian. Notifikasi, tren micro-haul, hingga cicilan sekali klik membuat pilihan sederhanaโ€”beli atau tidakโ€”menjadi ujian identitas. Perilaku konsumtif bukan sekadar soal belanja; ia melekat pada cara kita mencari pengakuan. Bagi Gen Z dan milenial, konsumsi sering menjadi bahasa sosial: sinyal keanggotaan, status, bahkan rasa aman. Namun di balik estetik feed, ada algoritma, norma kelompok, dan produk keuangan yang mendesain kita untuk terus menambah keranjang. Di sini, kita membedah bagaimana tekanan sosial memperbesar pola konsumtifโ€”dan bagaimana keluar darinya tanpa kehilangan diri.

Tekanan sosial, algoritma, dan identitas konsumtif

Tekanan sosial, algoritma, dan identitas konsumtif
https://id.pinterest.com/pin/6403624465888379/

Kelas sosial di internet cair, tetapi hierarki simbolik makin tajam. Like, view, dan FYP membentuk โ€œpasar perhatianโ€ yang menghargai tampilan lebih dulu daripada fungsi. Studi Pew menunjukkan mayoritas remaja dan dewasa muda menghabiskan banyak waktu di platform seperti TikTok dan Instagram; persepsi tren dan norma terbentuk cepat, lalu menekan perilaku agar selaras dengan grup sebaya. Ketika kabar, hiburan, dan teman berkumpul di satu layar, batas antara kebutuhan dan keinginan menipisโ€”kita membeli untuk ikut percakapan, bukan sekadar memakai barang. Pew Research Center+1

Kecenderungan membandingkan diri (social comparison) sejak lama dikaitkan dengan materialisme pada remaja dan dewasa muda. Riset lintas konteks menunjukkan tekanan normatif dari teman dan paparan figur media meningkatkan kecenderungan membandingkan diri dan mengikat citra diri pada kepemilikan. Efeknya kini diperkuat algoritma yang memilihkan konten โ€œidealโ€ secara terus-menerus. Ketika citra menjadi mata uang sosial, konsumtif berubah dari pilihan individual menjadi respons sistemik atas ekspektasi bersama. PMC+1

Infrastruktur konsumtif yang mempermudah belanja: BNPL, promo, dan kemudahan klik

Infrastruktur konsumtif yang mempermudah belanja: BNPL, promo, dan kemudahan klik
https://id.pinterest.com/pin/6333255719078413/

Perilaku konsumtif tidak berdiri sendiri; ia ditopang arsitektur belanja yang licin. Layanan โ€œbuy now, pay laterโ€ (BNPL) mengubah harga menjadi cicilan kecil sehingga total biaya terasa โ€œjauhโ€ dari layar. Laporan CFPB 2025, berbasis data enam penyedia besar, menjelaskan lonjakan penggunaan BNPL dan tumpang tindihnya dengan utang tanpa jaminan lainโ€”indikasi risiko over-extension pada sebagian pengguna. Regulasi berkembang, namun desain produk tetap memusat pada friksi rendah dan impuls tinggi. Consumer Financial Protection Bureau+1

OECD 2025 menambahkan: pengguna BNPL cenderung juga memakai bentuk kredit lain dan memiliki tingkat pinjaman lebih tinggi daripada populasi umum; di Inggris, sepertiga pengguna melaporkan masalah utang terkait BNPL. Artinya, โ€œkemudahanโ€ tidak netralโ€”ia mendorong konsumsi yang ditopang utang, terutama ketika cicilan ditutup dengan kartu kredit. Skema reward kartu dan promosi musiman memperkuat spiral ini, membuat belanja terasa rasional padahal biaya tersembunyi menumpuk. OECD+2Consumer Financial Protection Bureau+2

Apa kata data penggunaan layar dan jejaring sosial?

Waktu online Gen Z tinggi dan terpusat pada beberapa platform. eMarketer memperkirakan Gen Z dewasa di AS menghabiskan hampir separuh waktu sosialnya di TikTok; laporan global DataReportal 2024 menunjukkan rata-rata penggunaan media sosial harian mendekati 2โ€“3 jam, dengan variasi negara yang lebar. Ini bukan sekadar โ€œbanyak layarโ€, melainkan konsentrasi perhatian pada ekosistem yang menyatukan hiburan, belanja, dan komunitasโ€”menciptakan jalur cepat dari paparan ke pembelian. EMARKETER+1

Dampak ke kesejahteraan: dari FOMO ke dompet

Tekanan konsumtif membawa biaya mental dan finansial. WHO Eropa melaporkan kenaikan โ€œproblematic social media useโ€ pada remaja; Kantor Surgeon General AS menilai bukti saat ini belum cukup untuk menyatakan media sosial โ€œamanโ€, dan merekomendasikan mitigasi risiko segera. Bagi pengguna muda, FOMO mempercepat keputusan, sementara cicilan kecil meredakan rasa bersalah sesaat. Di sisi lain, tidak semua penggunaan berdampak negatif: riset menunjukkan pola moderat dapat berkorelasi dengan hasil kesejahteraan yang lebih baik daripada sangat rendah/tinggiโ€”nuansa penting agar solusi tidak jatuh pada moral panik. The Guardian+3World Health Organization+3HHS.gov+3

Konflik masa depan akan terjadi pada tiga poros: (1) regulasi vs inovasiโ€”pembatasan usia, transparansi biaya, dan uji kelayakan kredit berhadapan dengan pengalaman belanja mulus; (2) ekonomi kreator vs kesehatan publikโ€”konten โ€œhaulโ€ dan affiliate menaikkan permintaan, sementara lembaga kesehatan mendorong literasi digital dan finansial; (3) identitas personal vs tekanan komunitasโ€”keaslian dan keberlanjutan menantang budaya fast trend. OECD dan WHO mendorong pendekatan lintas-sektor: pendidikan finansial, desain platform yang lebih aman, dan dukungan kesehatan mental berbasis bukti. OECD+2OECD+2

Kesimpulan

Konsumtif bukan cacat karakter; ia adalah respons manusiawi pada ekosistem yang mendesain kita untuk membandingkan, menandai status, dan berbelanja. Jalan keluarnya bersifat ganda: perorangan memperkuat kontrol (tunda 24 jam sebelum checkout, batasi โ€œinfluencer belanjaโ€, pakai daftar kebutuhan), sementara sistem memperjelas biaya dan risiko (transparansi BNPL, uji kelayakan, dan fitur โ€œcool-offโ€). Bagi Gen Z dan milenial, merawat diri berarti berani menata ulang sinyal sosial: memindahkan gengsi dari apa yang dibeli ke apa yang dibuat, dipelajari, dan dibagikan dengan sadar.

Referensi

Pew Research Center. โ€œAmericansโ€™ Social Media Use,โ€ 2024. https://www.pewresearch.org/internet/2024/01/31/americans-social-media-use/ (diakses 20 Sep 2025). Pew Research Center

Pew Research Center. โ€œHow Americans Get News on TikTok, X, Facebook and Instagram,โ€ 2024. https://www.pewresearch.org/journalism/2024/06/12/how-americans-get-news-on-tiktok-x-facebook-and-instagram/ (diakses 20 Sep 2025). Pew Research Center

OECD. โ€œHowโ€™s Life for Children in the Digital Age?โ€ 2025. https://www.oecd.org/en/publications/how-s-life-for-children-in-the-digital-age_c4a22655.html (diakses 20 Sep 2025). OECD

U.S. Surgeon General (HHS). โ€œSocial Media and Youth Mental Health Advisory,โ€ 2025. https://www.hhs.gov/surgeongeneral/reports-and-publications/youth-mental-health/social-media/index.html (diakses 20 Sep 2025). HHS.gov

Consumer Financial Protection Bureau. โ€œConsumer Use of Buy Now, Pay Later and Other Unsecured Debt,โ€ 2025. https://www.consumerfinance.gov/data-research/research-reports/consumer-use-of-buy-now-pay-later-and-other-unsecured-debt/ (diakses 20 Sep 2025). Consumer Financial Protection Bureau

OECD. โ€œSupporting informed and safe use of short-term online credit and BNPL through digital financial literacy,โ€ 2025. https://www.oecd.org/en/publications/supporting-informed-and-safe-use-of-short-term-online-credit-and-buy-now-pay-later-through-digital-financial-literacy_37d47be4-en/full-report.html (diakses 20 Sep 2025). OECD

DataReportal. โ€œDigital 2024: The Time We Spend on Social Media,โ€ 2024. https://datareportal.com/reports/digital-2024-deep-dive-the-time-we-spend-on-social-media (diakses 20 Sep 2025). DataReportal โ€“ Global Digital Insights

Insider Intelligence / eMarketer. โ€œSocial Time Spent by Generation 2024,โ€ 2024. https://www.emarketer.com/content/social-time-spent-by-generation-2024 (diakses 20 Sep 2025). EMARKETER

WHO Regional Office for Europe. โ€œTeens, screens and mental health,โ€ 2024. https://www.who.int/europe/news/item/25-09-2024-teens–screens-and-mental-health (diakses 20 Sep 2025). World Health Organization

โ€”
Catatan akses: seluruh tautan diverifikasi pada 20 September 2025.


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *