CaremodeID – FOMO—fear of missing out—rasanya seperti alarm yang tak pernah diam: ada pesta, peluang, gosip, promo, tren, kabar “penting”, semuanya terasa mendesak. Notifikasi menyalakan rasa takut ketinggalan, lalu pikiran berlari: “Harus ikut sekarang, atau aku akan menyesal.” FOMO membuat kita gesit, tapi juga rapuh. Artikel ini ingin jadi rem tangan: memberi bahasa, data, dan langkah sederhana agar kamu—milenial dan Gen Z—tetap terkoneksi tanpa dikendalikan rasa takut ketinggalan. Karena jujur, tidak semua hal yang lewat itu untukmu.

Mengurai FOMO: dari istilah ke rasa yang nyata

FOMO
https://id.pinterest.com/pin/12314598977711975/

FOMO bukan sekadar slang internet. Ia berangkat dari kecemasan sosial: takut tidak dilibatkan, takut kesempatan lewat, takut identitas kita tidak cukup “update”. Definisi populer menyebut FOMO sebagai kekhawatiran kompulsif melewatkan pengalaman atau informasi penting, sering dipicu media sosial yang merayakan momen terbaik orang lain. Istilahnya sendiri dipopulerkan dua dekade lalu dan kini menjadi lensa penting membaca perilaku digital muda. Dalam praktiknya, fear of missing outhadir halus: membuka aplikasi “sebentar” sebelum tidur, membandingkan hidup, lalu sulit lepas. Rasa ini valid—dan umum—namun bisa dikelola. Wikipedia+1

Penelitian psikologi menemukan korelasi jelas: FOMO berkaitan dengan kepuasan hidup yang lebih rendah, mood negatif, serta keterlibatan media sosial yang makin intens—lingkaran yang saling menguatkan. Salah satu skala ukur yang banyak dipakai adalah FoMO Scale (Przybylski dkk., 2013), yang menunjukkan bahwa kebutuhan psikologis yang tak terpenuhi—seperti otonomi dan keterhubungan—menyuburkan fear of missing out. Di media sosial, sinyal-sinyal “popularitas” (like, view, FYP) memperkuatnya. Hasilnya: scroll panjang, rasa cemas meningkat, produktivitas merosot. ScienceDirect+2ScienceDirect+2

Implikasi bagi keseharian: fokus terbelah, tidur berantakan

FOMO
https://id.pinterest.com/pin/52424783157780967/

Dampak FOMO paling terasa di dua area: perhatian dan tidur. Notifikasi bertubi-tubi memecah fokus belajar/kerja, sementara “cek terakhir” sebelum tidur menggoyang ritme sirkadian. Tinjauan mutakhir soal media sosial, kesehatan mental, dan tidur menemukan asosiasi konsisten antara penggunaan intens, kecemasan, depresi, serta kualitas tidur menurun. Beberapa studi terbaru menyorot peran FOMO dan arousal kognitif pra-tidur—otak tetap “online” meski lampu kamar sudah padam. Bukan sekadar malas bangun pagi; defisit tidur mengganggu memori, regulasi emosi, sampai pengambilan keputusan. ScienceDirect+2ScienceDirect+2

Di sisi lain, gambarnya tidak sepenuhnya kelam. Survei remaja terbaru dari Pew Research menunjukkan sikap yang lebih bernuansa: banyak remaja mengakui sisi negatif media sosial pada teman sebayanya, namun lebih sedikit yang merasa pribadi mereka terdampak seburuk itu. Artinya, persepsi risiko ada, tapi juga ada agensi—ruang untuk memilih. Ini celah yang bisa kita pakai: mengatur relasi sehat dengan platform, bukan memutus total. Fokusnya bukan demonisasi teknologi, melainkan desain kebiasaan yang memihak ketenangan. Pew Research Center+1

Data ringkas yang perlu kamu tahu soal FOMO

Riset klasik menemukan FOMO berkaitan dengan “social needs” yang kurang terpenuhi—mendorong kita makin sering online, berharap koneksi instan menambal rasa sepi. Ulasan ringkas tahun 2021 merangkum sejarah dan teori FOMO: dari istilah populer menjadi konsep yang dipakai di riset perilaku digital dan kesehatan mental. Laporan kesehatan publik di beberapa kota besar juga menautkan paparan media sosial intens dengan angka kecemasan dan depresi yang lebih tinggi pada remaja. Potret ini tidak untuk menakut-nakuti, tapi jadi dasar intervensi sederhana: kurasi feed, batasi waktu, pulihkan tidur. ScienceDirect+2PMC+2

Masa depan FOMO: ekonomi perhatian, AR/VR, dan konflik kecil sehari-hari

Ekonomi perhatian tak akan melambat. Algoritma makin pintar memetakan minat, promosi makin personal, dan FOMO jadi taktik penjualan: “24 jam lagi!”, “stok terbatas!”, “temanmu sudah membeli ini.” Ke depan, pengalaman imersif (AR/VR) bisa memperhalus rasa “kehadiran”—kita merasa berada “di sana”—namun juga memperkuat tekanan sosial untuk selalu hadir. Konflik yang mungkin muncul:

  • Keseimbangan privasi vs konektivitas: batasan berbagi akan makin penting.
  • Kesehatan mental vs performa akademik/kerja: jam online menekan tidur dan fokus.
  • Konsumsi vs keberlanjutan finansial: FOMO belanja menggerus tabungan Gen Z.

Di Indonesia, beberapa studi tentang Gen Z melihat FOMO turut mendorong keputusan membeli dan investasi impulsif, terutama lewat influencer dan tren cepat. Literasi digital dan kontrol diri terbukti jadi penyangga. IJCSRR+2ResearchGate+2

Kesimpulan

FOMO hadir karena kita peduli—ingin terhubung, tidak ingin tertinggal. Namun koneksi yang sehat butuh ritme. Mulai dari hal kecil: matikan push notifikasi non-esensial, jadwalkan “jam bebas layar” setiap malam, kurasi siapa/apa yang masuk ke kepala, dan kembalikan fokus ke tujuanmu. Ingat, hidupmu bukan siaran langsung; kamu berhak memilih kapan “live” dan kapan “log off.”

Referensi

Fear of Missing Out, Wikipedia (akses 20 Sep 2025). https://en.wikipedia.org/wiki/Fear_of_missing_out Wikipedia

Przybylski, A. K., et al. (2013). Motivational, emotional, and behavioral correlates of FoMO. Computers in Human Behavior. https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0747563213000800 (lihat juga skala FoMO: https://osf.io/vzypj/download) ScienceDirect+1

Gupta, M. & Sharma, A. (2021). Fear of missing out: Origin, theoretical underpinnings, measurement, and relation to mental health. Asian Journal of Psychiatry. https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8283615/ PMC

Pew Research Center (22 Apr 2025). Teens, Social Media and Mental Health. https://www.pewresearch.org/internet/2025/04/22/teens-social-media-and-mental-health/ (akses 20 Sep 2025) Pew Research Center

Ahmed, O., et al. (2024). Social media use, mental health and sleep: A systematic review. Journal of Affective Disorders. https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0165032724014265 ScienceDirect

Sleep Foundation (10 Jul 2025). Sleep & Social Media. https://www.sleepfoundation.org/how-sleep-works/sleep-and-social-media (akses 20 Sep 2025) Sleep Foundation

Nasr, S. A., et al. (2023). The Effect of FoMO on Buying and Post-Purchase Behaviour toward Indonesia’s Gen Z Online Shoppers. IJCSRR. https://ijcsrr.org/wp-content/uploads/2023/09/15-1209-2023.pdf IJCSRR

NYC Department of Health (2024). Special Report on Social Media and Mental Health. https://www.nyc.gov/assets/doh/downloads/pdf/mh/social-media-mental-health-report-2024.pdf NYC.gov


Catatan akses: seluruh tautan diverifikasi pada 20 September 2025.


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *